Berikut ini artikel yang berasal dari wawancara yang ada hubungannya dengan dolanan anak atau mainan tradisional anak.
Dolanan Anak Makin Terkikis. Kearifan lokal di Jawa Tengah, kini menghadapi persoalan serius.
Nilai-nilai lokalitas yang sebelumnya terlestarikan lewat siaran televisi dan radio, kini semakin terkikis maraknya siaran yang didikte kepentingan pasar.
Dikhawatirkan anak-anak dan remaja di Jawa Tengah akan semakin tidak kenal dengan tradisi dan budayanya sendiri sebagai akibat fenomena tersebut.
Liberalisasi dan kapitalisasi yang menguasal media penyiaran saat ini, mengiring berubahnya regulasi penyiaran
dari sistem totaliter ke liberal. Ini merupakan kenyataan yang tidak
dapat dipungkiri. Kini, telah terjadi perubahan pengorganisasian
institusi media berupa privatisasi atau sering disebut komersialisasi
institusi media.
Dunia penyiaran kita telah mengalami deregulasi industri yang semakin meminimalkan regulasi negara digantikan regulasi melalui mekanisme pasar. Akibatnya, industri penyiaran kini dalam penguasaan rezim kapitalis. Kehendak pasar dan pasar periklanan menjadi Tuh an’ yang membentuk wajah media penyiaran kita.
Semua pihak mestinya prihatin dengan fenomena tersebut. Tayangan dolanan anak-anak yang dulu marak di televisi
dan radio, kini semakin langka, digantikan oleh tayangan yang serba
meniru budaya asing. Padahal, sesungguhnya budaya tersebut sangat tidak
cocok dengan ciri khas budaya lokal yang punya nilai adiluhung. Tradisi bermain
yang dikenal dengan dolanan anak, yang dimiliki setiap daerah dengan
ciri khasnya masing-masing, merupakan peninggalan leluhur yang memiliki nilai edukasi luar biasa dalam upaya membentuk kepribadian anak bangsa.
Tradisi dan budaya itu sangat strategis sebagai upaya pembentukan karakter, watak atau jatidiri bangsa Indonesia. Dulu anak-anak setiap sore bermain
sepak bola ataupun dolanan sesuai lokalitas-nya. Namun kini, mereka
lebih tertarik main video game, play station, face book, di rum ah atau
di warnet. Keadaan seperti ini, mestinya tak bisa dibiarkan, perlu ada
penyelamatan terhadap generasi penerus kita untuk tetap nguri-uri
tradisi dan budaya lokal yang terancam punah.
Beberapa hal perlu dilakukan oleh lembaga penyiaran termasuk para
jurnalis. Paling tidak untuk menyikapi fenomena tersebut lembaga
penyiaran perlu memiliki semangat lokalitas, dengan memperbanyak
produksi konten lokal yang sarat dengan nilai edukasi.
Ini untuk memancing kembali masyarakat Jateng kembali kepada nilai-nilai
lokalitas, sehingga dapat terwujud kearifan lokal dalam pembangunan.
Selain itu, diperlukan pula penyusunan agenda dan framing media yang
berkiblat pada nilai-nilai kearifan lokal. (Sebagaimana disampaikan Wakil Ketua DPRD Jawa Thngah Abdul Fikri Faqih MM kepada Wartawan KR Isdiyanto).
Demikian tadi artikel yang ada hubungannya dengan mainan tradisional anak.