XT SQUARE, Magnet Wisata Baru Kota Jogja

Akhir 2012 ini Kota Yogyakarta akan memiliki magnet wisatawa baru berupa mal kerajinan terbesar di kota pariwisata ini. Menempati areal eks terminal Yogyakarta, Pemkot setempat membangun pasar kerajinan modern bernama XT-Square.

Tak tanggung tanggung Pemkot Yogyakarta membenamkan modal berupa aset dan bangunan gedung senilai Rp 117 miliar untuk pendirian mal kerajinan ini. Perusahaan Daerah (PD) Jogjatama Visesha yang dipercaya untuk mengelola pasar modern ini.

Sebagai pasar kerajinan terbesar, XT-Square menyediakan ratusan stan kerajinan. Ada ada 264 stan yang disewakan untuk para perajin dan pedagang kerajinan di Kota Yogyakarta. Selain itu juga ada 13 stan kuliner yang juga diperuntukkan bagi pedagang kuliner Yogyakarta.

Pengelola masih akan membangun stand outdoor di kompleks XT-Square tersebut. “Kita mengutamakan pengusaha dan perajin asal Kota Yogyakarta,” terang Direktur Utama PD Jogjatama Vishesha Muhammad, Verga Prabowo Agus.

Menurutnya, pembangunan XT-Square ini menggunakan dana APBD Kota Yogyakarta. Karenanya, kata dia, pemanfaatannya diperuntukkan bagi warga Kota Yogyakarta.

XT-Square sendiri terdiri dari empat areal gedung yaitu gedung pertunjukan kesenian, gedung stan kerajinan, gedung kuliner dan basement. Gedung pertunjukan memiliki atap yang bisa dibuka setiap saat. Pengelola sudah memiliki jadwal rutin terkait pertunjukan kesenian yang akan digelar digedung ini.

Gedung kerajinan memuat 264 stan kerajinan. Stan ini akan diisi oleh perajin dan pengusaha Kota Yogyakarta. Pengelola sudah menyebar 300 formulir pendaftaran sewa stan kerajinan di gedung ini.

“Kita akan melakukan veri-fikiasi terkait usaha dan produk yang akan mereka jual. Jangan sampai produk tersebut terlalu banyak yangsama,” tambah Prabowo. Pengelola menerapkan biaya sewa Rp 125 ribu hingga 225 ribu per bulan per meter persegi.

XT-Square sendiri dikonsep sebagai mal kerajinan yang buka hingga dini hari.

Pasar kerajinan modern ini akan buka mulai pukul 13.00 hingga 01.00 dini hari. Bahkan jika pemilik stan menginginkan buka sampai pagi, pengelola siap memfasilitasi. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan adanya magnet wisata baru di Yogyakarta. “Selama ini tidak ada kegiatan di Yogya yang sampai dini hari. Ini menjadi altematif tempat wisata baru di kota ini,” tambahnya.

Direktur Operasional dan Pemasaran PD Jogjatama Vishesha, Widihasto Wasana Putra, mengatakan antusias masyarakat menyewa stan kerajinan di eks terminal Yogyakarta ini sangat besar. Buktinya 300 formulir yang disediakan pengelola ludes diambil calon pe-
nyewa. Meski mengutamakan masyarakat Kota Yogyakarta namun pihaknya masih akan melakukan se-leksi terhadap masyarakat yang telah mendaftar untuk bisa menyewa kios di XT-Square tersebut, mulai dari tempat tinggal dan produk yang akan dijual.

“Kami juga akan melihat produk yang mereka jual. Banyak sekali peminat yang berkeinginan berjualan batik. Jangan sampai semua kios diisi dengan batik. Produk yang dijual harus variatif,” katanya.

Dari 264 kios kerajinan di XT-Square, tidak seluruhnya diperuntukkan bagi masyarakat umum karena sudah ada beberapa kios yang dialokasikan bagi forum ko-munikasi usaha mikro kecil dan menengah (TJMKM) Kota Yogyakarta serta untuk anggota Dewan Kerajinan Nasional Daerah (De-kranasda) Kota Yogyakarta, masing-masing 24 kios dan 42 kios.

“Penempatan penyewa di zona kerajinan tersebut juga akan dilakukan dengan sistem undian per blok. Kami akan memilih penyewa yang akan menempati blok tertentu, baru kemudian mereka melakukan undian kios yang akan ditempati,” katanya.

Selain di zona kerajinan, antusiasme peminat juga terjadi di zona kuliner indoor. Dari 13 kios yang disediakan, sudah ada 30 peminat. Sedangkan untuk di zona pertokoan, baru ada 10 peminat dari 20 kios yang disediakan.

“Pendaftaran masih akan dibuka. Jika penyewa tersebut tidak dapat menyewa kios saat ini, maka mereka akan masuk dalam daftar tunggu. Jika ada penyewa yang keluar, maka mereka bisa menggantikannya,” katanya. Proses seleksi dan verifikasi penyewa tersebut ditargetkan dapat diselesaikan pada awal Desember yang dilanjutkan dengan soft opening pada 20 Desember 2012.

Karena mengutamakan masyarakat Kota Yogyakarta sebagai penyewa stan, hingga saat ini banyak pengusaha dan perajin luar Kota Yogyakarta yang harus masuk daftar tunggu. Mereka bisa masuk menyewa stand di XT-Square tersebut setelah seluruh pengusaha dan pengrajin Kota Yogyakarta yang mengajukan formulir sewa terakomodasi.

Ketua Dewan Pengawas Eddy Purjanto menegaskan pengelola harus memprioritaskan warga Yogyakarta untuk mengisi kios XT Square. Hal ini guna menjaga tujuan utama pasar seni dan kerajinan tersebut dibangun. Jika kuota masih belum terpenuhi, baru mempersilakan warga luar Yogyakarta. “Kami akan mengawal pada kuota warga Yogyakarta itu,” ungkapnya.

Selain itu, makelar kios juga harus diwaspadai. Surat perjanjian antara penyewa kios dengan mana-jemen soal hak alih, hendaknya menjadi pegangan utama. Termasuk, perjanjian bagi penyewa yang harus buka setiap hari. Jika dalam jangka waktu 10 hari berturut-turut tidak buka, maka penyewa diang-gap mengundurkan diri. Artikel tentang XT-Square ini berasal dari Republika 28 Nov 2012.