Iklan, Konsumen, Pembeli

Dalam pembicaraan kita di muka, kita seolah-olah mengabaikan peranan pembeli (atau tepatnya penerima pesan iklan) dan menganggap mereka sebagai fihak yang pasif. Pembeli dianggap akan menerima begitu saja semua pesan yang disampaikan oleh penjual melalui media iklan, tanpa per-nah memberikan komentar, mengeluh, menolak dan sebagainya. Padahal apabila anggapan ini dijalankan maka akan mengakibatkan kegiatan iklan menjadi tidak efektif dan tidak menemui sasaran. Dasar pemikiran yang harus dipegang oleh penjual dalam menawarkan barang melalui iklan adalah bahwa sasaran iklan adalah manusia sebagai mahluk hidup, yang selalu mempertimbangkan segala keputusannya dengan hati-hati, meskipun kadang-kadang unsur emosi tidak dapat ditinggalkan. Manusia akan mudah terpengaruh oleh keadaan sekitamya, termasuk pesan yang disampaikan iklan kepa-danya.
Mengingat bahwa peranan pembeli tidak dapat ditinggalkan begitu atau dilupakan begitu saja dalam memilih media advertensi, maka advertensi sering diartikan sebagai : "Kegiatan mengartikan keinginan (wants) dan kebutuhan (needs) konsumen, memenuhi kebutuhan tersebut dengan menawarkan barang atau jasa yang sesuai".l)
Pengertian ini mengingatkan bahwa fungsi bisnis adalah semata-mata untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pembeli. Disamping itu juga menekankan bahwa advertensi yang berhasil adalah advertensi yang berorientasi kepada kebutuhan konsumen. Pengusaha harus dapat menunjukkan kepada calon konsumen bahwa produk yang ditawarkannya bermanfaat bagi mereka. Dengan demikian untuk membuat suatu advertensi yang baik seseorang selayaknya mempelajari terlebih dahulu psikologi pembeli potensialnya, paling tidak secara umum.
Pandangan umum yang banyak ditemukan adalah bahwa konsumen adalah audience yang tidak tahu banyak tentang produk, dan mereka memerlukan bantuan 2). Karena itu mereka akan segera mencari "bantuan" tersebut secara sambil lalu, dengan membuka surat kabar, majalah atau mendengar-kan radio. Jarang terpikirkan bahwa ruang advertensi bukan hanya sampingan acara radio atau lembar "anak tiri" dari media cetak. Iklan yang menarik, untuk barang yang menarik justru akan dicari konsumen, terlepas dari keinginannya untuk membeli barang yang ditawarkan atau tidak. Iklan mereka dijadikan alat yang diperlukan untuk mencari sesuatu yang dapat dipakai untuk memuaskan kebutuhannya. Selain itu iklan dapat menjadi alat "penghemat waktu" bagi konsumen. Bila seseorang membutuhkan sesuatu barang tertentu (arloji misalnya) ia masih harus mencari informasi dahulu di mana toko arloji terdekat. Dan informasi tersebut dapat diperolehnya melalui iklan yang dipasang di media cetak maupun media lainnya.
Di luar negeri, iklan yang dipasang pada lembaran khusus yang diantarkan setiap pagi bersama surat kabar, merupakan "sarapan yang lezat" bagi kebanyakan ibu-ibu, sebelum mereka memutuskan ke supermarket mana mereka akan berbelanja hari itu. Ketidak hadiran lembaran itu beberapa hari saja akan menjadikan mereka bertanya-tanya, karena merasa kehilangan sumber informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan kegiatan harian mereka.
Iklan juga dipakai oleh sebagian besar konsumen sebagai pedoman untuk mengetahui kualitas suatu produk. Bila produsen atau penjual telah bersedia untuk mengeluarkan uang yang besar untuk iklan, masuk akal bila barang yang ditawarkan itu berkualitas tinggi. Tentu saja dengan anggapan bahwa kode etik advertising masih tetap dipegang teguh.
Apabila advertising yang dilakukan oleh penjual mengenai sasaran maka pada diri pembeli akan terjadi proses psikologis yang merubah sikapnya secara perlahan-lahan. Wright dan Warner berpendapat bahwa sebelum seseorang menyukai suatu barang ia akan mengalami tiga tahap kejiwaan; yaitu: Awareness, Acceptance dan Preference.7
1. Awareness
Pada tahap permulaan ini seseorang disadarkan tentang adanya suatu produk yang dapat memuaskan kebutuhan tertentu. Pada tahap ini ia belum menentukan merek mana yang akan dipilihnya sebagai pemuas kebutuhannya.
2. Acceptance:
Selanjutnya apabila orang tersebut telah mendapatkan gambaran yang luas tentang kelebihan suatu merek tertentu ia akan menerima merek tersebut dan menyimpannya dalam ingatan. Pada tahap ini iklan suatu merek mulai menampakkan hasil.
3. Preference:
Bila seseorang telah berkali-kali membeli merek tertentu dan ia merasakan bahwa merek tersebut mampu memberikan kepuasan kepadanya maka untuk seterusnya ia akan memilih merek tersebut. Ia telah memiliki suatu "kesetiaan" kepada merek tersebut.
Setiap orang membutuhkan waktu berbeda dengan orang lain untuk melalui ketiga tahap ini. A mungkin membutuhkan waktu yang lebih singkat daripada B untuk menyukai barang yang sama. Selain itu panjangnya waktu yang diperlukan ditentukan juga oleh jenis barang yang bersangkutan. Bila barang dibutuhkan setiap hari, sehingga frekuensi pembelian tinggi, maka orang akan cepat memiliki merek kesukaan. Sebaliknya bila frekuensi pembelian rendah, maka dibutuhkan waktu lama untuk terbentuknya kesetiaan pada suatu merek tertentu.
Berkaitan dengan ini, Langhoff 2> menguraikan pendapatnya tentang hubungan antara derajat "kesadaran” (cognition) seseorang terhadap suatu barang dengan sikapnya terhadap barang tersebut. Hubungannya ditunjukkan dalam suatu gra-fik, seperti pada gambar 22.1. Meskipun maksudnya hampir sama, Langhoff membagi sikap seseorang manjadi acceptability, preference dan loyalty.
Gambar di atas, yang sering disebut sebagai CA space; mempunyai dua sumbu, yakni cognition dan affect. Sumbu mendatar (cogniton) menunjukkan tingkat pengetahuan yang mungkin dimiliki seseorang tentang suatu produk. Pada level paling rendah, menurut Langhoff, seseorang mungkin hanya melihat atau mengetahui sepintas lalu suatu iklan tentang produk tertentu (awareness or advertisement). Ia belum memperhatikan barang yang ditawarkan oleh advertensi tersebut. Pada tingkat berikutnya ia akan mampu mengingat kembali produk yang pemah dilihat atau didengamya beberapa waktu sebelumnya. Berarti ia telah mempunyai perhatian terhadap produk (awareness of product appeals). Pada tahap ketiga seseorang telah mengetahui berbagai kelebihan merek tertentu, karena ia sudah pemah memakainya beberapa waktu yang lalu. Berarti ia telah menyimpan merek tertentu dalam ingatannya (product-in-use knowledge).
Sumbu tegak (affect) menunjukkan tanggapan seseorang terhadap suatu produk, yang berkisar antara acceptability hing-ga loyalty. Pada tingkat pertama seseorang akan "menerima" kehadiran suatu produk. Ia mengharapkan produk tersebut mampu memuaskan kebutuhannya. Dari sekian banyak merek, kemudian ia akan memilih merek tertentu (preference), sampai akhirnya ia akan "setia" (loyal) pada merek tersebut. Meskipun dalam gambar tampak tingkatan yang jelas, tetapi pada kenyataannya proses ini akan berjalan secara sinambung.
Langhoff mengasumsikan bahwa makin banyak pengetahuan seseorang tentang suatu produk serta makin besar kemungkinan ini akan membeli dalam gambar kemungkinan ini ditunjukkan oleh garis loyalitas tinggi. Garis yang kedua dan ketiga, yang terletak di bawah garis pertama menunjukkan kemungkinan membeli yang relatif lebih rendah, disebut garis pembelian ulang dan garis pembelian percobaan.