Renegosiasi Freeport, Renegosiasi kontrak pertambangan

Setoran Pajak freeport Indonesia
Setoran Pajak freeport Indonesia

Renegosiasi kontrak pertambangan bakal molor sampai tahun depan. Pemerintah tak mungkin menuntaskan renegosiasi sampai akhir tahun ini karena masih banyak perusahaan yang belum bersedia menegosiasikan ulang kontrak pengelolaan tambangnya.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudi Rubiandini ber-dalih renegosiasi kontrak bukan soal gampang. “Sepertinya tidak bisa (selesai tahun ini),” kata dia, Jum-at (30/11).
Menurut Rudi, pemerintah mesti menggelar pembicaraan dengan banyak perusahaan tambang. Mereka bukan hanya perusahaan tambang kecil, melain-kan juga perusahaan tambang raksasa. Ia mengakui, renegosiasi dengan perusahaan besar, seperti Vale Indonesia dan PT Freeport Indonesia, sangat sulit tercapai.

Rudi mengungkapkan, tak semua poin renegosiasi yang diajukan pemerintah bisa di-setujui perusahaan tambang besar itu. Ia mencontohkan poin luas lahan dan royalti yang sulit diterima Vale dan Freeport. Kedua perusahaan sulit melepas lahan seluas 25 ribu hektare dan menaikkan royalti dari yang semula ber-ada di kisaran satu sampai tiga persen.

Sejauh ini, kata Rudi, proses tawar-menawar masih ber-lanjut. Lagi pula, ujamya, renegosiasi tak bisa diputuskan satu kementerian saja, tapi juga melibatkan Kementerian Koordinator Perekonomian.
Sebelumnya, Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengaku, hingga saat ini baru 12 perusahaan tambang yang setuju renegosiasi kontrak. Mereka yang rata-rata per-
usahaan kecil di Kalimantan ini, ujar dia, siap menanda-tangani kontrak pertambangan baru. Dua belas kontrak ini terdiri atas 10 perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) dan dua kontrak karya (KK).

Ke-12 perusahaan tambang ini telah mencapai kesepakatan dengan pemerintah terkait lima poin renegosiasi. Kelima poin itu adalah royalti, luas wilayah, perpanjangan kontrak, kewajiban pengolah-an dan pemurnian (smelter), kewajiban divestasi, dan ke-
wajiban penggunaan barang serta jasa pertambangan da-lam negeri. Dalam UU Miner-ba, renegosiasi kontrak wajib hukumnya.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Kementerian ESDM Edi Prasodjo me-nambahkan, sebanyak 10 perusahaan pemegang PKP2B su-dah menyatakan kesiapannya menandatangani kontrak baru hasil renegosiasi dengan pemerintah. Adapun, 64 perusahaan lainnya masih dalam proses renegosiasi.

Pada dasarnya, ujar Edi, 74 perusahaan pemegang PKP2B menyatakan sanggup melakukan renegosiasi. “Hanya, yang 64 perusahaan itu baru menyetujui sebagian dari enam aspek yang menjadi isu dalam renegosiasi kontrak,” ungkapnya kepada Antara.

Dari lima poin renegosiasi, kata Edi, isu pembagian luas lahan dan royalti menjadi poin yang paling sulit. Pembahasan kedua isu itu berjalan alot, terutama bagi perusahaan besar yang memegang konsesi lahan di atas 15 ribu hektare. Karena itu, dari 10 perusahaan yang sudah setuju untuk menandatangani kontrak renegosiasi, mayoritas merupa-kan perusahaan kelas mene-ngah dan kecil. Artikel Renegosiasi kontrak pertambangan ini berasal dari Republika.