Salah satu fungsi utama dalam manajemen perusahaan adalah pengambilan keputusan yang tepat berkenaan dengan langkah-langkah yang akan dilakukan perusahaan dimasa-masa mendatang, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Keputusan
yang diambil itu tidak terbatas pada satu dua hal saja, tetapi mencakup
ruang lingkup yang sangat luas dan saling berkaitan satu sama lain.
Ambil saja contoh, keputusan tentang akan dilakukannya penelitian pasar
untuk mengetahui tanggapan konsumen tentang barang tertentu yang
dikeluarkan perusahaan kita. Dari hasil penelitian akan diperoleh
gambaran tentang kekurangan-kekurangan yang ada pada barang tersebut,
perbaikan-per-baikan yang diperlukan, dan sebagainya. Akibatnya akan
timbul keputusan-keputusan yang lain, yang tentu saja harus tepat dengan
memperhatikan hasil penelitian pasar di atas. Keputusan-keputusan yang
perlu diambil kemudian berupa keputusan tentang :
- perubahan dan perbaikan fisik barang
- penetapan harga barang setelah perbaikan
- penambahan bahan baku lain untuk perbaikan
- pendistribusian barang
- promosi barang setelah perubahan atau perbaikan
- penambahan jam kerja
- penambahan karyawan
- penambahan modal sendiri maupun pinjaman
- perluasan pabrik
- penambahan mesin-mesin, dan sebagainya
Tampak jelas bahwa keputusan demi keputusan diperlukan dalam kehidupan
perusahaan sehari-hari seiring dengan makin berkembangnya perusahaan itu
sendiri.
Pengambilan keputusan tentu saja diharapkan akan memberikan dampak
yang positif bagi perusahaan pada masa berikutnya. Karena itu, terlepas
dari segala unsur subyektivitas yang dimiliki manusia, satu hal utama
yang dituntut dari keputusan yang diambilnya adalah sifat rasionil keputusan tersebut.
Memang, keputusan yang rasionil tidak mudah untuk ditetapkan begitu
saja. Dalam banyak hal, diperlukan per-timbangan-pertimbangan yang
matang tentang kenyataan yang ada, untuk kemudian dikombinasikan dengan berbagai kerangka teoritis
yang bersumber pada ilmu-ilmu pengetahuan sosial maupun eksakta. Dengan
demikian, seorang yang bertanggung jawab dalam perusahaan (dimana
keputusan-keputusannya dipakai sebagai dasar dari setiap tindakan) harus
mampu menggabungkan dua hal yang berbeda atau dua kutub yang
berseberangan, yakni dunia usaha (senyatanya) dan ilmu pengetahuan.
Keputusan-keputusan manajemen yang dicetuskan hanya dengan memandang
pada dunia yang nyata (fakta) tanpa di-tunjang oleh ilmu pengetahuan
yang relevan akan mengajak pelaksana-pelaksananya kearah
kegiatan-kegiatan yang emo-sionil. Sebaliknya keputusan-keputusan
manajemen yang hanya bersumber pada ilmu pengetahuan (teori) tanpa
mengkaitkan dengan berbagai asumsi yang diperlukan dari dunia usaha yang
nyata, akan sulit dilaksanakan.
Asumsi-asumsi yang membatasi penerapan suatu teori
merupakan suatu masalah tersendiri. Dikatakan demikian, karena kekuatan
suatu teori tidak jarang tergantung pada dipenuhi atau tidaknya asumsi
tersebut. Tetapi di lain pihak, dalam dunia usaha yang senyatanya
berbagai asumsi sulit untuk dipenuhi. Karena itu, merupakan suatu
tantangan bagi pengambil keputusan untuk memperhatikan hal ini.
Keputusan yang diambil tidak terbatas ruang lingkupnya, Tidaklah benar
jika ada pendapat bahwa keputusan yang rasionil hanya perlu pada hal-hal
yang "besar" saja. Sebaliknya untuk hal-hal "kecil" sehari-hari, dapat
diabaikan, tanpa perlu pertimba-ngan-pertimbangan yang matang. Sekali
lagi ini pendapat yang salah. Dalam kegiatan perusahaan sehari-hari
diperlukan seperangkat keputusan-keputusan yang berguna untuk menunjang
kelancaran dan kesinambungan kegiatan produksi. Dalam hal ini pengawasan
kualitas misalnya, keputusan ma-najemen dalam hal standard mutu,
dipakai sebagai pedoman untuk menentukan apakah barang yang dihasilkan
saat itu layak dijual atau tidak. Tentunya keputusan yang menyangkut
standard mutu ini diambil berdasarkan pertimbangan yang matang, yang
menggabungkan dua unsur, yakni dunia nyata (seperti kehendak konsumen,
harga jual yang layak dan sebagainya) dan ilmu pengetahuan (kandungan
minimal, de-rajat kekerasan, dan sebagainya). Kedua hal tersebut perlu
dipadukan. Bila manajer hanya memperhatikan hal pertama, harga yang
murah misalnya, maka jelas mutu barang yang dihasilkan akan sangat
rendah. Akibatnya konsumen akan sangat kecewa, sehingga tidak akan
terjadi pembelian ulang dan akhirnya akan merugikan perusahaan sendiri.
Sebaliknya, apabila manajemen hanya memperhatikan persyaratan kualitas
yang dituntut oleh "buku" atau dengan kata lain hanya memperhatikan
aspek teoritis saja, maka apa yang akan terjadi ? Barang yang dihasilkan
akan berharga tinggi, bahan baku yang memenuhi syarat sulit didapat,
biaya overhead melambung. Akibatnya, barang sulit untuk dijual, dan
perusahaan akan menderita kerugian.
Keputusan-keputusan yang "besar" juga (tentu saja) menuntut
pertimbangan yang matang, yang juga menggabungkan kedua kutub di atas.
Keputusan tentang lokasi pabrik yang barn, misalnya merupakan contoh
keputusan "besar" dalam dunia usaha. Dikatakan demikian karena
melibatkan dana yang besar jumlahnya, dengan jangka waktu keterikatan
yang lama dan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap biaya operasi dan
harga pokok barang yang dihasilkan. Dari segi teoritis, berbagai hal
yang perlu diperhatikan dalam menentukan lokasi antara lain adalah :
penyediaan tenaga kerja, pra-sarana angkutan seperti jalan dan jembatan,
penyediaan bahan baku, lokasi pasar
yang akan dijangkau, fasilitas listrik, air, dan sebagainya. Idealnya
lokasi pabrik harus memenuhi semua persyaratan itu. Kalau lokasi
tertentu dekat dengan sumber bahan baku, mungkin justru jauh dari pasar.
Sebuah lokasi yang memenuhi syarat pembuangan limbah
pabrik (karena dekat sungai, jauh dari pemukiman, dan sebagainya)
mungkin mempunyai kelemahan dalam hal prasarana angkutan. Jadi, mau tak
mau pertimbangan terhadap kenyataan yang dihadapi juga diperlukan.