Di Indonesia, piringan hitam lebih eksis di kalangan para musisi indie ketimbang perusahaan rekaman besar atau major label. Tempatyang bisa didatangi para musisi yang ingin karyanya dikonversikan dalam bentuk piringan hitam pun tidak begitu banyak.
Rain Dogs Records yang berkantor di kawasan Jalan Wijaya, Jakarta
Selatan, adalah salah satu label rekaman yang ingin fokus pada pembuatan
rekaman-rekaman berbentuk piringan hitam. "Kami sebenarnya terbuka untuk segala jenis media rekaman. Tapi, jumlah penggemar vinyl
yang terus tumbuh membuat pelat menjadi salah satu fokus utama Rain
Dogs ke depannya," ujar pimpinan Rain Dogs Records, Ferry Dermawan.
Piringan hitam dari Dialog Dini Hari yang dirilis pada
Juni menjadi pilot project Rain Dogs Records yang akan disusul oleh
beberapa musisi lainnya, seperti Bin Harlan, vokalis C'mon Lennon, yang
akan rilis pada Januari 2013
nanti. Selain rilis materi baru, lewat piringan hitam, Rain Dogs
Records juga membuka peluang perilisan materi lama yang dikeluarkan pada
70-an dan dibawa kembali ke era yang lebih modern.
Meski mengaku rilis vinyl tidak membawa keuntungan besar, strategi
merilis terbatas, seperti yang dilakukan bersama Dialog Dini Hari,
menjadi promosi yang pas untuk piringan hitam, Menurutnya, dengan
merilis terbatas, para penggemar secara otomatis akan langsung berebut
memiliki pelat yang baru dirilis dengan alasan menjadi barang koleksi. Semua produksi pun langsung terserap.
Tren kembalinya pelat di Indonesia, di-akui Ferry
memang tidak lepas dari ma-suknya cara menden-garkan musik dengan1
berbeda ke dalam life-1 style para pendengar musik.
Tidak hanya di Jakarta, di kota-kota besar lain di Indonesia juga mulai
muncul tren yang sama. Salah satu indikasinya adalah bermunculan toko-toko piringan hitam,
meski masih cukup terbatas. Tumbuhnya kembali penggemar piringan hitam,
disebut Ferry, terjadi juga di negara tetangga, seperti Malaysia.
Singapura, bahkan Australia.
Sebagai label rekaman yang akan fokus di pelat, tidak adanya perusahaan di Indonesia yang mampu membuat pressing plant memang masih menjadi kendala. Untuk memproduksi piringan hitam, kata Ferry, Belanda masih menjadi pilihan karena harga produksinya lumayan murah.
Namun, tentu biaya
pengiriman lumayan besar dan pajakyang dikenakan membuat hargajual
lebih tinggi. "Untuk artwork, untungnya karya yang memuaskan bisa banyak
ditemukan di dalam negeri," papar Ferry. ¦
Pengertian Gramofon
Jauh sebelum adanya kaset, CD, MP3 Player, atau iPod, gramofon adalah
alat pemutar musik yang eksis pada zamannya. Ditemukan pertama kali pada
1877 oleh Thomas Alva Edisson, gramofon dimainkan dengan meletakkan piringan hitam di atasnya, kemudian memutar panel dibagian sisinya.
Pengertian Turntable
Setelah gramofon mulai ditinggalkan, para penggemar piringan hitam mulai beralih ke alat pemutar yang lebih modern, yaitu turntable. Alat ini awalnya mulai banyak digunakan para DJ pada awal 90-an.
Berbeda dengan gramofon yang bentuknya sudah satu paket bersama dengan
pengeras suaranya, pembeli turntable harus membeli lagi pengeras
suaranya secara terpisah. Dalam perkembangannya, ada juga turntable yang
mampu mengonversi vinyl ke versi digital sehingga memungkinkan
terjadinya pembajakan. (
Lokananta
Di Indonesia, perusahaan rekaman Lokananta di Solo, Jawa Tengah, merupakan perusahaan rekaman pertama di Indonesia. Berdiri pada 1956, Lokananta baru memproduksi piringan hitam
pada 1958. Meski saat ini Lokananta tidak lagi memproduksi piringan
hitam, tempat yang dijuluki Abbey Road-nya Indonesia ini memiliki
koleksi lebih dari 5000 lagu. Mulai dari lagu daerah, keroncong, sampai
pidato kenegaraan Presiden Soekarno.
Di Lokananta, masih tersimpan juga master karya dari para penyanyi
legendaris Indonesia, seperi Gesang, Titiek Puspa, dan Bing Slamet.
Artikel tentang Piringan Hitam di atas berasal dari Republika.